Budaya Cium Tangan

Oleh: Muhammad Rifqi

Sedari kecil, aku sudah dibiasakn oleh orang tuaku untuk selalu mencium tangan kepada orang yang lebih tua. Setiap ada tamu yang datang kerumahku, orang tuaku pasti menyuruh ku dan anak-anaknya yang lain untuk mencium tangan tamu tersebut. Entah ini sudah menjadi budaya dari seluruh ras di ASEAN atau hanya di Indonesia saja, tetapi budaya ini sangat sering aku lihat diluar daerah ku juga.

Misalnya seperti saat menonton film bertemakan religi, pasti di film tersebut ada adegan mencium tangan dari yang muda kepada seseorang yang lebih tua dari orang yang mencium tangan tersebut. Sebelum aku duduk di bangku kelas 3 SMA atau sederajat, yang aku tahu tentang budaya cium tangan hanyalah diterapkan oleh suku Melayu, Madura dan orang-orang muslim yang ada di Indonesia dan Malaysia. 

Namun, ketika aku lulus SMA, aku pernah menonton salah satu serial TV dari Negara tetangga, yaitu Negara Filipina dimana aku melihat ada adegan cium tangan antara bibi dan keponakannya yang masih kecil. Sejak saat itulah aku mulai membuka pikiran dan wawasanku bahwa ternyata budaya cium tangan tidak hanya ada di Kalimantan Barat, melainkan juga diterapkan diberbagai wilayah di Indonesia yang lainnya dan juga beberapa Negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. 

Dari aku kecil sampai aku menginjak usia remaja sekarang, hal-hal tentang budaya cium tangan serta momen-momen yang membuatku terikat dengan budaya ini adalah ketika bertemu dengan orang asing atau orang yang belum aku kenal.
Seperti beberapa kebiasaan dari orang-orang islam di Indonesia, mereka selalu berjabat tangan atau mencium tangan daripada orang yang lebih tua. 

Aku sendiri jika bertemu orang yang lebih tua dimasjid dan mengajakku untuk berjabat tangan, aku biasanya mencium tangannya. Namun, hal yang menarik bagiku tentang budaya cium tangan adalah sikap dari sebagian orang-orang yang merasa tidak laying untuk dicium tangannya. 

Orang-Orang seperti ini biasanya merasa bahwa orang-orang yang berhak dicium tangannya hanyalah orang-orang yang dipandang sebagai orang yang shaleh dan orang-orang yang dianggap khalayak sebagai seorang tokoh masyarakat. Dari sudut pandangku, aku melihat bahwa betapa tawadhu’nya (tawadhu’ dalam Bahasa Arab artinya rendah hati) orang yang merasa bahwa tangannya tidak pantas untuk dicium karena merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk diperlakukan demikian.

Menurutku, mencium tangan orang yang lebih tua adalah bentuk dari menghormati orang yang lebih tua yang tangannya kita cium tersebut. Hal ini mungkin cukup masuk akal bagiku untuk diterapkan. Ketika aku masih duduk dibangku SMP atau sederajat, aku tidak terlalu sering mencium tangan guruku di Sekolahku. Mungikin hal itu dikarenakan guru-guru disekolah saya tidak terlalu mempersalahkan atau mengharuskan murid-muridnya mencium tangannya. 

Hal ini cukup jauh berbeda dengan kebudayaan yang diterapkan disekolahku saat aku duduk dibangku SMA. Mungkin karena berbeda kecamatan. Ketika aku duduk dibangku SMP, aku bersekolah di MTs Swasta yang terletak di kecamatan Sungai Pinyuh dimana di Kecamatan Sungai Pinyuh lah aku lahir dan tinggal serta menghabiskan masa kecil dan masa remaja awal ku. Namu saat aku menginjak pendidikan tingkat SMA atau sederajat, aku bersekolah di luar kecamatan Sungai Pinyuh, tepatnya aku bersekolah di Wilayah Kecamatan Mempawah Timur yang berdekatan dengan Kecamatan Mempawah Hilir yang telah menjadi jalur utama bagi musafir (orang yang menempuh perjalanan) yang dari arah Pontianak untuk pergi ke Singkawang atau Sambas dan yang searah dengannya.

Selama mengenyam pendidikan dibangku tingkat SMA, aku bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah dimana aku telah manghabiskan waktu selama kurang lebih tiga tahun di sekolah tersebut. Saat aku bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah lah aku mulai mengenal beberapa kebiasaan dann kebudayaan orang-orang yang tinggal di sekitar kecamatan Mempawah Hilir dan di kecamatan Mempawah Timur. 

Budaya mereka yang pertama kali aku pandang sebagai unik adalah budaya membiasakan cium tangan kepada setiap guru yang berpapasan dengan kita. Hal ini cukup berbeda dengan apa yang aku dapati saat aku duduk dibangku SMP dimana kami tidak terlalu membiasakn mencium tangan guru. Akan tetapi itulah kebudayaan. Kebudayaan memang suatu hal yang pasti terdapat dan dijalani serta diterapkan pada setiap wilayah yang ada diberbagai belahan dunia yang mana kebudayaan yang mereka miliki pasti berbeda-beda. 

Saat aku baru masuk kelas X di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah, aku banyak mendapatkan teman-teman yang berbeda tempat tinggal dan asal sekolahnya. Pada angakatanku, mayoritas siswa yang masuk ke Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah adalah alumni dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah, walaupun beberapa dari siswa yang lainnya juga berasal dari sekolah selain dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah.

Budaya mencium tangan guru ini banyak diterapkan oleh siswa-siswa yang merupakan alumni dari dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah. Bahkan beberapa temanku di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah sangat terbiasa untuk mencium tangan orang yang lebih tua, walau mereka bukan seorang guru seperti Staff TU dan Cleaning Service, mereka tetap mencium tangannya dengan penuh hormat. Aku terkesan dengan siswa-siswa yang merupakan alumni dari dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah karena rasa hormat mereka untuk menghargai dan memuliakan setiap orang yang lebih tua dari mereka. Bahkan mereka yang merupakan alumni dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah ini juga tetap menghormati guru mereka yang pernah mengajar mereka di dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah walau sekarang mereka sudah lama lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah. Dengan beteman akrab dengan mereka yang merupakan alumni dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah, aku sekarang jadi terbiasa untuk mecium tangan guru-guru yang pernah mengajarku maupun yang sedang mengajarku. Pernah sekali waktu aku bertemu guruku bernama Ibu Yusmayanah, S.Pd.I. beliau merupakan guru sekaligus wali kelas ku selama tiga tahun dari kelas VII sampai kelas IX saat aku masih menempuh pendidikan di MTs Swasta Darul Falah Wannajah Kecamatan Sungai Pinyuh. Karena sudah kebiasaan yang aku lakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah yaitu mencium tangan guru, maka aku pun melakukan hal yang sama dengan guru-guru yang pernah mengajarku ketika aku masih duduk dibangku SD maupun SMP.

Karena latar belakang Ibu Yusmayanah S.Pd.I. yang bukan berasal dari Kalimantan Barat, Ibu Ibu Yusmayanah S.Pd.I. pun agak merasa canggung saat aku mencium tangannya karena mungkin hal itu agak tabu di daerahnya Pernah sekali waktu aku telah usia sholat Tahiyatul Masjid di Masjid Al-Falah dekat rumahku, akupun mengajak berjabat tangan dengan seorang anak kecil yang lebih muda dariku, si anak kecil itupun langsung mencium tanganku yang mana aku merasa canggung karena tanganku yang sebelumnya belum pernah dicium oleh siapapun. Mungkin hal ini hanya terjadi pada Suku Melayu yang ada di desaku. Tetapi hal ini agak berbeda dengan Suku Madura yang ada di desaku. Orang-orang Madura di desaku ternyata lebih melazimkan budaya cium tangan dibanding dengan orang Melayu yang ada didesaku. Orang-orang Madura memang terkenal di Kabupaten Mempawah sebagai golongan yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi akan kehormatan dari seorang Habib. Tak terkecuali orang-orang Madura di desaku. Setiap ada habib yang mereka temui, merka tidak segan-segan untuk mencium tangan habib tersebut. Bahkan tak jarang mereka langsung melayani mereka makan dan sebagainya. Dengan budaya cium tangan yang sudah sangat lazim di kabupaten Mempawah, maka setiap orang yang mau tinggal dan menetap diwilayah ini mungkin harus mulai belajar tentang beberapa kebudayaan yang ada di Kabupaten Mempawah sehingga mereka tidak akan merasa canggung lagi ketika menemukan hal-hal baru bagi mereka untuk diterapkan.

Aku mulai berpikir tentang pentingnya budaya cium tangan ini bagi masyarakat disekitar kabupaten mempawah ketika aku diantar ayahku untuk mendaftar sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah, ada seorang anak yang merupakan alumni dari MTs Negeri 1 Mempawah yang melihatku dan ayahku.Anak tersebut pun langsung mencium tangan ayahku karena ayahku yang waktu itu merupakan guru di MTs Negeri 1 Mempawah. Aku pun jadi tidak heran lagi mengapa anak tersebut mengenal ayahku dan tidak segan-segan untuk mencium tangan Ayahku. Bermula dari momen tesebutlah aku mulai mempelajari tentang budaya cium tangan guru yang diterapkan siswa-siswi dari Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah. 

Akan tetapi hal tersebut agak berbeda antara Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Mempawah dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah yaitu jika di Madrsah Aliyah Negeri 1  Mempawah, siswa tidak lagi mencium tangan guru yang berbeda dengan lawan jenis. Kami di Madrasah Aliyah Negeri 1 Mempawah hanya mencium tangan guru yang sesam gender. Mungkin hal ini dikarenakan sekolah kami yang berformat madrasah sehingga kebudayaan-kebudayaan yang ada harus disesuaikan dengan batasan-batasan yang ada di dalam syari’at islam.
               

Komentar