Anak laki-laki yang memiliki nama yang diambil dari dua Nabi yaitu Nabi Muhammad dan Nabi Yusuf ini adalah teman terbaik yang pernah aku punya.
Selama berteman dengannya, aku belum pernah bertengkar, merasa jengkel maupun membuatku merasa tidak nyaman.
Aku biasa memanggilnya ucup walaupun dirumah ia biasa dipanggil ucop oleh keluarga terdekatnya.
Yusuf dan aku baru berteman akrab sejak kami duduk dibangku kelas XII dimana saat berteman dengan yusuf lah untuk pertama kalinya aku bisa merasakan persahabatan yang haqiqi, yaitu persahabatan yang dibangun atas iman dan taqwa kepada Allah.
Sungguh hal tersebut sangat jarang terjadi dimana kalian baru dekat dengan seseorang yang sudah satu sekolah dengan kalian selama dua tahun, namu pada tahun ketiga baru kalian akrab dengan orang tersebut. Hal seperti ini lah yang terjadi antara aku dan yusuf.
Aku masih ingat bagaimana pertemanan kami bermula yaitu ketika kami satu kelompok dalam menyelesaikan tugas pramuka yaitu membuat miniatur berbentuk masjid.
Aku dan yusuf mulai dekat ketika itu sampai ketika aku mengirim chat diakun facebook nya dan bermula dari situlah obrolan terpanjang pertama yang kami lakukan.
Yusuf merupakan tipe anak laki-laki yang tidak suka basa-basi dalam artian jika dia berbicara, dia langsung to the point alias langsung kepada inti pembicaraan. Walaupun begitu, entah kenapa jika berpapasan denganku yusuf tidak pernah tidak memberi senyum, salam serta jabat tangan.
Aku memang memandang yusuf sebagai tipe yang unik dimana seluruh siswa di sekolah ku yang aku kenal tidak ada yang memiliki karakter seperti yusuf.
Yusuf selalu membuatku termotivasi untuk senantiasa menjaga Sholat Duha dan Membaca al-Qur'an.
Melihat yusuf yang selalu sholat duha di masjid sekolah kami saat jam istirahat menyadarkanku bahwa dia benar-benar tidak terbawa akan arus pertemanan yang mana mayoritas dari mereka menggunakan waktu istirahat untuk makan dan hang out atau ngumpul-ngumpul bersama geng mereka bahkan ada yang lebih para, yaitu ada sebagian anak laki-laki yang menggunakan waktu istirahat untuk mencari tempat tersembunyi dan memanfaatkannya untuk merokok.
Dari semua anak laki-laki di sekolahku yang aku kenal, hanya yusuf lah satu-satunya anak laki-laki yang memiliki hati yang paling lembut.
Kelembutan akan hati yang yusuf miliki membuatnya mudah tersentuh dan menangis saat mendengarkan lantunan Al- Qur'an.
Bagi kalian jika ada laki-laki yang bisa menangis, mungkin kalian akan berasumsi bahwa ia adalah laki-laki yang cengeng.
Sejatinya, hati yang keras adalah hati yang tidak tersentuh serta sulit untuk merasa takut kepada Allah saat dibacakan kepadanya berupa kalam ilahi yang suci lagi mulia.
Bahkan ada manusia yang hatinya lebih keras dari gunung. Gunung saja jika ditimpakan kepadanya berupa ayat-ayat Allah, maka gunung tersebut akan hancur akibat rasa takutnya kepada Allah.
Sementara ada manusia yang mengakunya muslim justru merasa biasa-biasa saja ketika didengarkan bacaan Al-Qur'an. Hati nya bahkan seudah mengeras seperti batu sehingga hati mereka tidak lagi peka dengan peringatan-peringatan dari Rabb-Nya.
Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak umat muslim saat ini yang masih terlena dengan musik hingga Al-Qur'an tidak lagi bisa menjadi penyejuk hati mereka.
Jujur saja, aku belum bisa seperti Yusuf. Aku belum bisa seperti dia yang selalu bergetar hatinya ketika mendengar lantuna Al-Qur'an.
Berteman dengan Yusuf telah membuka mata hatiku bahwa masih ada dizaman ini sosok pemuda seperi dirinya yang dekat dengan Al-Qur'an serta tidak terlena dengan gemerlapnya dunia.
Yusuf adalah penyemangat ibadah untukku. Saat aku merasa imanku sedang turun, memandang wajahnya saja aku langsung teringat bahwa apalah artinya hidup jika tidak digunakan untuk beribadah kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.
Semenjak hari dimana anak kelas XII menerima amplop, itulah hari terakhir dimana aku bertemu Yusuf di sekolah dengan wajahnya yang sedikit terlihat sedih.
Pernah waktu kami pergi kajian bersama-sama di antibar, Aku dan Yusuf terlibat dengan sebuah perbincangan. Aku berkata kepadanya "Macam mane lah kalau kite nanti uda tamat ye suf? Tak ade lah agik cerite nak sholat duha same-same di sekolah waktu istirahat, tak ade gik cerite nak ngapal Qur'an same-same, tak bise lah agik kite pegi kajian same-same".
Mendengar kaliamt tersebut, seketika Yusuf menjadi diam. Yusuf pun menceritakan alasan mengapa ia bersikap seperti itu. " Ndengar kau ngomong kayak gitu tu, saye rase nak nanges pulak" Ujar Yusuf dengan mata yang kulihat sudah berkaca-kaca.
Rasa rindu kepada Yusuf sudah lama aku rasakan semenjak idul fitri terakhir dimana aku pergi mengunjungi rumahnya. Setelah itu aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai sekarang. Mungkin karena rumah kami yang agak jauh dan berbeda desa dan kecamatannya.
Desaku berada di kecamatan sungai pinyuh sedangkan desa tempat Yusuf tinggal berada di kecamatan Mempawah Timur tepatnya di Desa Pasir Panjang Gang Nurul Iman.
Yusuf ini bisa ku bilang adalah anak laki-laki pecinta Bola Volley. Setiap sore, yusuf selalu bermain Bola Volley bersama anak-anak kecil di desanya.
Namun, ketawadhuan Yusuf perlu kita ancungi jempol. Yusuf selalu merasa bahwa skill atau kemampuannya dalam bermain Volley masih sangat minim sehingga dia merasa bahwa dia masih harus banyak berlatih dalam Bermain Volley.
Kata Yusuf sih dia belum bisa melakukan smash atas. Namun, bukankah dipilih untuk mewakili tim sekolah dalam kejuaraan Bola Volley saat Pekan Olahraga dan Seni Ma'arif sudah cukup membuktikan bahwa ia mempunyai skill atau kemampuan dalam bermain Bola Voley yang tidak bisa dianggap remeh.
Aku masih ingat waktu itu aku menjadi supporter dari tim sekolah kami dimana kami harus bisa menerima dengan lapang dada atas kekalahan dari tim Bola Volley sekolah kami dengan score yang cukup jauh tertinggal.
Pelatih dari tim sekolah kami sebenarnya sudah sangat mumpuni, namun hal tersebut mungkin dikarenakan mereka yang sulit untuk berkumpul untuk latihan bersama dikarenakan rumah dari masing- masing anggota tim tidak ada yang berdekatan sehingga mereka hanya baru aktif latihan bersama setelah sebulan sebelum pertandingan diadakan.
Pada saat itu, yusuf hanya menjadi pemain cadangan sehingga ia tidak banyak kebagian jatah dalam bermain. Yusuf baru mulai bermain ketika detik-detik terakhir sehingga tim sekolah kami sudah tidak mampu untuk mengejar ketertinggalan score yang sudah cukup jauh.
Walaupun tim Bola Volley dari sekolah kami kalah, aku tetap tidak merasa kecewa dengan mereka. Aku malah bangga dengan mereka yang sudah rela untuk meluangkan semua waktu dan tenaga yang mereka miliki demi membawa nama Sekolah kami.
Selama berteman dengannya, aku belum pernah bertengkar, merasa jengkel maupun membuatku merasa tidak nyaman.
Aku biasa memanggilnya ucup walaupun dirumah ia biasa dipanggil ucop oleh keluarga terdekatnya.
Yusuf dan aku baru berteman akrab sejak kami duduk dibangku kelas XII dimana saat berteman dengan yusuf lah untuk pertama kalinya aku bisa merasakan persahabatan yang haqiqi, yaitu persahabatan yang dibangun atas iman dan taqwa kepada Allah.
Sungguh hal tersebut sangat jarang terjadi dimana kalian baru dekat dengan seseorang yang sudah satu sekolah dengan kalian selama dua tahun, namu pada tahun ketiga baru kalian akrab dengan orang tersebut. Hal seperti ini lah yang terjadi antara aku dan yusuf.
Aku masih ingat bagaimana pertemanan kami bermula yaitu ketika kami satu kelompok dalam menyelesaikan tugas pramuka yaitu membuat miniatur berbentuk masjid.
Aku dan yusuf mulai dekat ketika itu sampai ketika aku mengirim chat diakun facebook nya dan bermula dari situlah obrolan terpanjang pertama yang kami lakukan.
Yusuf merupakan tipe anak laki-laki yang tidak suka basa-basi dalam artian jika dia berbicara, dia langsung to the point alias langsung kepada inti pembicaraan. Walaupun begitu, entah kenapa jika berpapasan denganku yusuf tidak pernah tidak memberi senyum, salam serta jabat tangan.
Aku memang memandang yusuf sebagai tipe yang unik dimana seluruh siswa di sekolah ku yang aku kenal tidak ada yang memiliki karakter seperti yusuf.
Yusuf selalu membuatku termotivasi untuk senantiasa menjaga Sholat Duha dan Membaca al-Qur'an.
Melihat yusuf yang selalu sholat duha di masjid sekolah kami saat jam istirahat menyadarkanku bahwa dia benar-benar tidak terbawa akan arus pertemanan yang mana mayoritas dari mereka menggunakan waktu istirahat untuk makan dan hang out atau ngumpul-ngumpul bersama geng mereka bahkan ada yang lebih para, yaitu ada sebagian anak laki-laki yang menggunakan waktu istirahat untuk mencari tempat tersembunyi dan memanfaatkannya untuk merokok.
Dari semua anak laki-laki di sekolahku yang aku kenal, hanya yusuf lah satu-satunya anak laki-laki yang memiliki hati yang paling lembut.
Kelembutan akan hati yang yusuf miliki membuatnya mudah tersentuh dan menangis saat mendengarkan lantunan Al- Qur'an.
Bagi kalian jika ada laki-laki yang bisa menangis, mungkin kalian akan berasumsi bahwa ia adalah laki-laki yang cengeng.
Sejatinya, hati yang keras adalah hati yang tidak tersentuh serta sulit untuk merasa takut kepada Allah saat dibacakan kepadanya berupa kalam ilahi yang suci lagi mulia.
Bahkan ada manusia yang hatinya lebih keras dari gunung. Gunung saja jika ditimpakan kepadanya berupa ayat-ayat Allah, maka gunung tersebut akan hancur akibat rasa takutnya kepada Allah.
Sementara ada manusia yang mengakunya muslim justru merasa biasa-biasa saja ketika didengarkan bacaan Al-Qur'an. Hati nya bahkan seudah mengeras seperti batu sehingga hati mereka tidak lagi peka dengan peringatan-peringatan dari Rabb-Nya.
Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak umat muslim saat ini yang masih terlena dengan musik hingga Al-Qur'an tidak lagi bisa menjadi penyejuk hati mereka.
Jujur saja, aku belum bisa seperti Yusuf. Aku belum bisa seperti dia yang selalu bergetar hatinya ketika mendengar lantuna Al-Qur'an.
Berteman dengan Yusuf telah membuka mata hatiku bahwa masih ada dizaman ini sosok pemuda seperi dirinya yang dekat dengan Al-Qur'an serta tidak terlena dengan gemerlapnya dunia.
Yusuf adalah penyemangat ibadah untukku. Saat aku merasa imanku sedang turun, memandang wajahnya saja aku langsung teringat bahwa apalah artinya hidup jika tidak digunakan untuk beribadah kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.
Semenjak hari dimana anak kelas XII menerima amplop, itulah hari terakhir dimana aku bertemu Yusuf di sekolah dengan wajahnya yang sedikit terlihat sedih.
Pernah waktu kami pergi kajian bersama-sama di antibar, Aku dan Yusuf terlibat dengan sebuah perbincangan. Aku berkata kepadanya "Macam mane lah kalau kite nanti uda tamat ye suf? Tak ade lah agik cerite nak sholat duha same-same di sekolah waktu istirahat, tak ade gik cerite nak ngapal Qur'an same-same, tak bise lah agik kite pegi kajian same-same".
Mendengar kaliamt tersebut, seketika Yusuf menjadi diam. Yusuf pun menceritakan alasan mengapa ia bersikap seperti itu. " Ndengar kau ngomong kayak gitu tu, saye rase nak nanges pulak" Ujar Yusuf dengan mata yang kulihat sudah berkaca-kaca.
Rasa rindu kepada Yusuf sudah lama aku rasakan semenjak idul fitri terakhir dimana aku pergi mengunjungi rumahnya. Setelah itu aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai sekarang. Mungkin karena rumah kami yang agak jauh dan berbeda desa dan kecamatannya.
Desaku berada di kecamatan sungai pinyuh sedangkan desa tempat Yusuf tinggal berada di kecamatan Mempawah Timur tepatnya di Desa Pasir Panjang Gang Nurul Iman.
Yusuf ini bisa ku bilang adalah anak laki-laki pecinta Bola Volley. Setiap sore, yusuf selalu bermain Bola Volley bersama anak-anak kecil di desanya.
Namun, ketawadhuan Yusuf perlu kita ancungi jempol. Yusuf selalu merasa bahwa skill atau kemampuannya dalam bermain Volley masih sangat minim sehingga dia merasa bahwa dia masih harus banyak berlatih dalam Bermain Volley.
Kata Yusuf sih dia belum bisa melakukan smash atas. Namun, bukankah dipilih untuk mewakili tim sekolah dalam kejuaraan Bola Volley saat Pekan Olahraga dan Seni Ma'arif sudah cukup membuktikan bahwa ia mempunyai skill atau kemampuan dalam bermain Bola Voley yang tidak bisa dianggap remeh.
Aku masih ingat waktu itu aku menjadi supporter dari tim sekolah kami dimana kami harus bisa menerima dengan lapang dada atas kekalahan dari tim Bola Volley sekolah kami dengan score yang cukup jauh tertinggal.
Pelatih dari tim sekolah kami sebenarnya sudah sangat mumpuni, namun hal tersebut mungkin dikarenakan mereka yang sulit untuk berkumpul untuk latihan bersama dikarenakan rumah dari masing- masing anggota tim tidak ada yang berdekatan sehingga mereka hanya baru aktif latihan bersama setelah sebulan sebelum pertandingan diadakan.
Pada saat itu, yusuf hanya menjadi pemain cadangan sehingga ia tidak banyak kebagian jatah dalam bermain. Yusuf baru mulai bermain ketika detik-detik terakhir sehingga tim sekolah kami sudah tidak mampu untuk mengejar ketertinggalan score yang sudah cukup jauh.
Walaupun tim Bola Volley dari sekolah kami kalah, aku tetap tidak merasa kecewa dengan mereka. Aku malah bangga dengan mereka yang sudah rela untuk meluangkan semua waktu dan tenaga yang mereka miliki demi membawa nama Sekolah kami.
Komentar
Posting Komentar